Senin, 01 Februari 2010

Kisah Wirausahawan Sukses Purdi E Chandra (Pendiri Primagama)

Purdi E Chandra lahir di Lampung 9 September 1959. Secara “tak resmi” Purdi sudah mulai berbisnis sejak ia masih duduk di bangku SMP di Lampung, yakni ketika dirinya beternak ayam dan bebek, dan kemudian menjual telurnya di pasar.

Bisnis “resminya” sendiri dimulai pada 10 Maret 1982, yakni ketika ia bersama teman-temannya mendirikan Lembaga Bimbingan Test Primagama (kemudian menjadi bimbingan belajar). Waktu mendirikan bisnisnya tersebut Purdi masih tercatat sebagai mahasiswa di 4 fakultas dari 2 Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Namun karena merasa “tidak mendapat apa-apa” ia nekad meninggalkan dunia pendidikan untuk menggeluti dunia bisnis.
Dengan “jatuh bangun” Purdi menjalankan Primagama. Dari semula hanya 1 outlet dengan hanya 2 murid, Primagama sedikit demi sedikit berkembang. Kini murid Primagama sudah menjadi lebih dari 100 ribu orang per-tahun, dengan ratusan outlet di ratusan kota di Indonesia. Karena perkembangan itu Primagama ahirnya dikukuhkan sebagai Bimbingan Belajar Terbesar di Indonesia oleh MURI (Museum Rekor Indonesia).
Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara untuk masalah kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang lebih banyak memberi bimbingan dan arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi tersebut semakin lengkap dengan dukungan penuh sang Istri Triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya Fesha maupun Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang istri untuk berkeliling kota di seluruh Indonesia membuka cabang-cabang Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut makin berkembang.
Kini Primagama sudah menjadi Holding Company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti: Pendidikan Formal, Pendidikan Non-Formal, Telekomunikasi, Biro Perjalanan, Rumah Makan, Supermarket, Asuransi, Meubelair, Lapangan Golf dan lain sebagainya.
Walaupun kesibukannya sebagai entrepreneur sangat tinggi, namun jiwa organisatoris Purdi tetap disalurkan di berbagai organisasi. Tercatat Purdi pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) DIY. Selain itu Purdi pernah juga tercatat sebagai anggota MPR RI Utusan Daerah DIY. (sumber : www.purdiechandra.com)

Wawancara dengan Majalah BERWIRAUSAHA 22-09-200
Untuk jadi seorang entrepreneur sejati, tidak perlu IP tinggi, ijazah, apalagi modal uang. “Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart saja,” ungkap Purdi E Chandra, Dirut Yayasan Primagama.
Menurutnya, kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai. Banyak orang ragu berbisnis cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses.
“Masalahnya jika orang terlalu tahu risikonya, terlalu banyak berhitung, dia malah tidak akan berani buka usaha,” tambah ‘konglomerat bimbingan tes’ itu. Purdi yang lahir di Lampung 9 September 1959 memang jadi model wirausaha jalanan, plus modal nekad. la tinggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Lalu dengan modal Rp.300 ribu ia dirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak dilirik orang. la sukses membuat Primagama beromset hampir 70 milyar per tahun, dengan 200 outlet di lebih dari 106 kota. la dirikan IMKI, Restoran Sari Reja, Promarket, AMIKOM, Entrepreneur University, dan terakhir Sekolah Tinggi Psikologi di Yogyakarta.

Grup Primagama pun merambah bidang radio,penerbitan, jasa wisata, ritel, dll. Semua diawalkan dari keberanian mengambil risiko. Kini Purdi lebih banyak lagi ‘berdakwah’ tentang entrepreneurship. Bagi Purdi, entrepreneur sukses pastilah bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini. “Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha-pengusaha. Dengan demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega Entrepreneur,” ungkap Purdi kepada Edy Zaqeus dan David S. Simatupang dari Majalah BERWIRAUSAHA.
Berikut petikan wawancara yang berlangsung di kantor cabang Primagama Jakarta.
Bagaimana semangat wirausaha masyarakat kita?

Mungkin begini. Salahnya pendidikan kita itu, kebanyakan orang lulus sarjana baru cari kerja. Jadi pengusaha itu mungkin malah orang-orang yang kepepet. Yang tidak diterima di mana-mana, baru dia sadar dan bikin usaha sendiri. Mestinya, kesadaran seperti ini bisa untuk orang-orang yang tidak kepepet. Alasannya, kalau mau usaha harus ada modal, punya ketrampilan. Padahal tidak harus begitu. Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Ibaratnya kalau kita punya ijazah pun, tidak usah dipikirin. Saya dulu tak tergantung dengan selembar kertas itu. Sekarang mau dijaminkan di bank juga tidak bisa. Hanya buat senang-senang saja kalau sudah sarjana.
Memang saya lihat pendidikan kita itu dari otak kiri saja. Padahal kalau kita garap yang kanan, porsinya banyak, maka otomatis otak kirinya naik. Tapi kalau kita banyakin kiri, kanan ndak ikut naik. Kanan itu adalah praktek. Saya bilang street smart.
Cerdas di lapangan, di jalanan. Orang yang akademik, sekolahnya pintar, IP atau nilai tinggi, dia tidak berani menentang teori. Jadi robotlah. Kalau di situ jadi topeng monyet. Dia tidak berani membuat kreasi sendiri. Padahal hidup dia itu bukan di masa lalu. Hidup dia itu kan di masa datang, dan itu serba berubah cepat. Tidak ada yang sama dengan teori yang dia pelajari. Teori itu kan hasil temuan. Kenapa kita tidak bisa menemukan sendiri? Saya punya contoh, manajemen di Primagama, yang tidak ada di teori. Kalau pun ada di teori pasti disalah-salahkan.
Apa itu?

Di Primagama, suami-istri bekerja dalam satu kantor itu malah kita anjurkan. Di lain tempat dan di teori itu ndak boleh! Tapi saya praktekkan, ternyata jalan, bagus. Saya melihat, mereka masing-masing bisa saling mengontrol. Maka, menantang teori itu yang utama. Saya malah bisa menaikkan omset Primagama 60%.

Contohnya lagi, iklan Primagama yang pakai aktor Rano Karno. Menurut orang kampus, dan pernah dibahas di sana, itu ndak bener! Menurut teori ndak benar. Tapi nyatanya, bagus hasilnya? Saya dulu pernah pakai Sarlito (pakar psikologi dan pendidikan:rec), malah ndak ada hasilnya, walau dia doktor atau apa. Jadi street smart itu…
Apa artinya street smart?

Cerdas di jalanan. Ada academic smart atau school smart. Tapi street smart itu cerdas dengan praktek. Jadi begini, kalau kita punya pengetahuan dengan benar, pengetahuan itu kan akademik. Kita tidak strong, gugur! Kita tidak akan bisa. Kita tidak akan bisa benar. Waktu SD itu ada bacaan-bacaan begini; “Ibu pergi ke pasar membeli sayur.” Kok tidak yang menjual sayur saja?

Kok kata-katanya selalu membeli, bukan menjual? Teryata setelah saya urut-urut, yang nulis itu guru. Coba kalau isinya diubah menjadi menjual, itu akan lain.
Kenapa tertarik menonjolkan sisi menjualnya?

Kalau saya bertransaksi, itu nilai tambah. Dalam transaksi, duit paling banyak itu kan pengusahanya? Dan paling banyak milik pengusaha. Coba kalau misalnya yang satu membeli saja. Akan terbatas transaksinya. Sehingga kalau memang harus banyak pengusahanya, ya untuk menjual.

Setuju dengan pemikiran Kiyosaki “If you want to be rich and happy, don’t go to school” ?
Kalau saya if you want to be rich and happy, ya…. Kalau ingin kaya, ngapain sekolah? Kalau di sekolah tidak akan happy dan kaya. Pendidikan kita tidak bikin happy, malah bikin stres anak. Porsi mainnya kurang. Sejak Taman Kanak-kanak sudah dipaksa main otak kiri. Mungkin itu karena dari mentrinya sampai orang-orang tuanya itu otak kiri semua, kan? Dikatakan figur yang bagus itu yang profesor, yang doktor. Padahal kalau kita pilah, yang pintar sekolah memang jadi dosen, jadi dokter. Yang sedang-sedang saja jadi manajer. Tapi yang bodo-bodo sekolahnya malah jadi pengusaha.

Penelitian di Harvard begitu. Penyikapan guru terhadap anak yang bodo kok divonis tidak punya masa depan? Mungkin dia berani, kreatif, bisa menemukan apa yang tidak ditemukan oleh anak-anak pintar.
Nah, pendidikan kita itu semua mau dijadikan ilmuwan. Seolah ngejar otak kiri saja, ngejar school smart saja.
Apa yang harus dilakukan untuk membongkar sistem seperti itu?

Memang berat karena dari dulu juga begitu. Maka harus lewat luar, kegiatan-kegiatan ekstra. Maka saya usulkan pendidikan kita dibuat dua sistem; sistem ijazah dan sistem tanpa ijazah. Kalau sekolah tanpa ijazah, orang akan cenderung cari ketrampilan dari praktek yang kelihatan. Yang pakai ijazah untuk yang mau jadi dosen, jadi dokter, jadi ilmuwan.

Kalau pelajaran kimia yang pakai ijazah, ya ilmuwan itulah. Kalau kimia yang tidak pakai ijazah, pilihannya ya bikin deterjen, bikin sirup, bikin apa saja yang ada manfaatnya. Kalau semua harus belajar kimia, padahal kita tidak tertarik, berarti dipaksa dan tidak happy jadi nya.Kalau di tataran konseptual, apa yang mesti dilakukan?

Saya kira Dikbud itu merasa bahwa yang menentukan masa depan Indonesia itu dia. Bikin kurikulum, walaupun sumbernya dari masyarakat, tapi sering terlambat. Kurikulum tahun lalu baru dipakai sekarang. Lebih cepat di luar, kan? Maka kalau saya, pendidikan itu tidak usah diatur. Perguruan Tinggi siapa pun boleh bikin. Dan itu masyarakat yang menilai. Hukum pasar! Titel MBA atau apa dilarang, kenapa? Alamiah aja. Nanti kalau kebanjiran itu orang ndak mau pakai, kan ndak masalah? Kalau banyak manajer belajar ilmu untuk mendapatkan MBA, itu kan bagus? Dalam pendidikan itu sebenarnya mereka dagang.
Kalau model-model pendidikan itu masyarakat yang mengembangkan, mungkin baru bagus. Karena pas dengan zaman itu. Misalnya Mc Donald mau bikin Universitas Mc Donald, kenapa tidak?
Bagaimana dengan Entrepreneur University yang Anda dirikan?

Sebagai entrepreneur, saya punya visi Mega Entrepreneur. Artinya bagaimana seorang pengusaha bisa menciptakan pengusaha lainnya. Kalau pengusaha bisa menciptakan lapangan kerja, itu sudah biasa. Yang saya kejar adalah bagaimana saya bisa menciptakan banyak pengusaha. Dulu visi saya memang menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Kalau seperti itu kan lama. Mungkin hanya ribuan lapangan kerja. Tapi kalau bisa menciptakan banyak pengusaha, lapangan kerja yang tercipta lebih banyak lagi.
Karyawan saya pun saya usahakan bisa jadi pengusaha. Kayak manajer-manajer saya, semua sudah punya usaha di luar. Saya ditentang oleh Renald Kasali. Katanya menurut teori itu tidak bisa. ‘Orang kerja kok diajak merangkap jadi pengusaha, itu ndak bisa!’. Saya praktekkan ternyata bisa. Manajer saya punya perusahaan mebel.
Menurut Kiyosaki, di sini dia sebagai employee, di luar dia sebagai business owner karena yang mengelola orang lain. Ada manajer saya yang buka bengkel motor. Sopir saya punya kenteng mobil. Sopir saya yang lain punya bisnis jual bell handphone.
Karyawan-karyawan itu mau jadi manajer semua ? ndak mungkin kan…
Harapan paling besar saya, ya mereka jadi pengusaha.
Sejak kapan Entrepreneur University berjalan?

Entrepreneur University (EU) berjalan baru setahun. Sebelumnya kita sudah sering adakan pelatihan di mana-mana. Tapi cuma beberapa hari, lalu selesai tidak ada follow up. Sekarang lebih jelas, kita ada follow up. Misalnya kita adakan tiga bulan, setelah itu ada klub entrepreneur. Yang itu bisa dilakukan lewat internet, pertemuan-pertemuan, dan juga konsultasi seperti tadi. Di EU diutamakan yang indeks prestasinya (IP) rendah. Memang pernah ada yang protes, orang mau masuk tapi IP-nya tinggi, dia jadi minder. Tapi memang saya lebih mudah mengajar orang yang tidak pintar. Kalau otak kiri sudah kuat, susah berubahnya.
Misalnya dia kuliah di akuntansi, yang feasible tidak feasible, udah, ndak berani-berani dia. Usaha itu bukan perhitungan sebelumnya. Hitungan yang terjadi, itulah usaha. Banyak yang terjadi kita tidak tahu dan tidak kita pikirkan sebelumnya. Saya di Primagama dulu kalau dipikir tidak rasional. Modal saya cuma Rp.300 ribu saja. Sekarang asetnya sudah hampir Rp.100 milyar, kan?
Rasionalnya di mana?

Tadi seorang direksi bank yang ingin membuat usaha. Seperti dia, dihitung-hitung terus, selalu tidak positif. Akhirnya tidak berani buka usaha. Saya bilang, “Jangan dihitung terus!” Usaha itu dibuka, baru dihitung. Ini street smart. Kalau dihitung baru dibuka, ndak akan buka-buka usaha. Makanya, yang membuat orang takut itu bukan sisi gelap, tapi justru sisi terang. Karena terang itu tahu hitung-hitungannya, tahu risikonya gedhe, jadi takut. Kalau gelap, tidak tahu apa-apa, usaha itu tidak takut. Dihitung atau tidak dihitung itu sama saja kok.
Padahal entrepreneur harus berani ambil risiko…

Itulah, ambil risiko itu berarti harus gelap. Maksudnya jangan terlalu banyak tahu. Setelah jalan, kita pakai ilmu street smart tadi. Street smart itu yang melahirkan kecerdasan entrepreneur yang dibutuhkan untuk pemula usaha. Isi kecerdasan entrepreneur itu ya kecerdasan emosional, spiritual, dan basisnya di otak kanan.
Bagaimana cara Anda merealisasikan gagasan Mega Entrepreneur?

EU ini saya yang buka dan pelatihannya saya yang mengajar sendiri. Saya bukan cari untunglah, tapi semacam aktulisasilah buat saya. Karena saya ingin jadi Mega Entrepreneur tadi. Sehingga saya bela-belain, ndak harus untung. Kalau nombokpun saya mau untuk memberikan dakwah tentang entrepreneurship ini. Itu yang saya lakukan, dan sudah dua angkatan EU di lima kota. Perkembangan pesertanya cukup positif. Yang sama sekali tidak berani berusaha, kini jadi berani.
Bagaimana tren kewirausahaan ke depan?

Saya kira itu suatu keharusan. Kalau negara ini mau maju, harus banyak pengusahanya. Kita belum ada kementrian yang khusus mengurusi wirausaha. Di Indonesia banyak bisnis yang bisa dikembangkan menjadi franchise dan tidak harus yang mahal. Di Malaysia sudah ada kementriannya, dan mentrinya mendorong mereka yang mau usaha franchise dsb.
Bagaimana entrepreneur yang ideal itu?

Ukuran ideal saya adalah dari banyaknya lapangan kerja yang diciptakan. Pengusaha yang bisa melahirkan pengusaha-pengusaha baru. Bisnisnya kalau bisa yang baik-baiklah. Saya suka mengurusi bisnis yang langsung ke pasar. Yang menilai dan menentukan bisnis saya ya pasar. Saya ndak model dengan bisnis lobi-lobi yang harus berhubungan dengan pemerintah.Pernah mengalami pencerahan selama menjadi entrepreneur?

Saya mengembangkan sisi spiritual melalui dzikir atau meditasi. Bisnis itu, kalau bisa ya melibatkan yang “di atas”. Tidak bisa berjalan dengan diri kita sendiri. Maka saya kembangkan kecerdasan spiritual. Kalau menggunakan intuisi saja, hanya bisa menunjukkan sesuatu tujuan itu seperti apa…. Tapi kalau dzikir, melibatkan Tuhan, kuncinya justru membuat tujuan itu terjadi.
Misalnya diramal orang kita tidak hoki. Dengan dzikir itu bisa jadi hoki. Yang tidak baik jadi baik. Arah negatif bisa jadi positif. Maka, menantang teori itu yang utama! Makanya, yang membuat orang takut itu bukan sisi gelap, tapi justru sisi terang.
Bangkit

Wujudkanlah mimpi anda, kembangkanlah “penglihatan pemikiran” yang selama ini terpendam, berikanlah arti pada hidup yang anda cintai ini. Semuanya berawal dari sebuah impian. Dunia dengan segala isinya diciptakan Tuhan dari “impian-Nya”.
Kisah-kisah keberhasilan para tokoh yang berhasil mengubah dunia, bermula dari mimpi, seperti apa yang dilakukan Galiileo, Thomas Alva Edison, Einstein, dan lain-lain. Bangunan-bangunan besar seperti candi dan piramid juga dimulai dari impian. Bahkan, majalah ini hingga akhirnya sampai ke tangan pembaca, juga diawali dari impian. Bila demikian, tampaknya segala sesuatu sangatlah mungkin untuk diwujudkan. Masalahnya adalah kebanyakan orang telah membuang jauh-jauh mimpi mereka ke tempat sampah, atau merasa bahwa mimpi mereka merupakan hal yang mustahil. Padahal, hampir semua mimpi bisa diwujudkan dengan sedikit kecerdikan, sedikit keberanian serta dukungan emosional.
Sebagai ilustrasi, pertengahan tahun 70-an Bill Gates bermimpi bahwa komputer akan tersedia di setiap rumah pada suatu masa nanti; Akio Morita bermimpi is bisa mendengarkan musik favoritnya sambil main tenis, tanpa harus mengganggu tetangga kiri-kanan; atau Sosrodjoyo yang bermimpi nantinya orang-orang akan memilih teh botol bikinan pabrik daripada repot-repot menyeduhnya di rumah.
Tetapi perlu kiranya dibedakan antara “mendambakan” dan “memimpikan”. Mendambakan bersifat pasif dan menunggu, hanya merupakan selingan iseng tanpa otak, tanpa upaya untuk mewujudkannya. Sedang memimpikan bersifat aktif dan berani mengambil inisiatif. la didukung oleh rencana dan tindakan untuk membuahkan hasil.
Tokoh-tokoh yang disebut di atas adalah contoh perbuatan memimpikan. Mereka tidak sekadar beranganangan, melainkan berupaya keras mewujudkan impiannya. Microsoft, Sony, dan Teh Sosro adalah hasil nyata dari mimpi-mimpi mereka.
Singkatnya, penglihatan pikiran membuka pintu untuk mewujudkan impian kita. Namun begitu pintu tersebut terbuka, harus ada tindakan nyata berupa: disiplin, kebulatan tekad, kesabaran, dan ketekunan bila kita ingin membuat impian tersebut menjadi kenyataan.
Penglihatan Pikiran

Pada hakikatnya setiap insan memiliki dua jenis penglihatan: penglihatan mata dan penglihatan pikiran. Penglihatan mata adalah apa yang kita lihat ada secara fisik di sekeliling kita, misalnya: mobil, gunung, pulpen atau teman-teman kita. Sebaliknya, penglihatan pikiran adalah sebuah kekuatan untuk melihat bukan apa yang ada secara fisik, tetapi apa yang bisa ada setelah intelegensia manusia diterapkan. Penglihatan pikiran adalah kekuatan untuk bermimpi.
Dr. David Schwartch, dalam The Magic of Thinking Success, yakin bahwa perasaan kita yang paling tak ternilai harganya adalah penglihatan pikiran. Penglihatan tersebut membentuk gambaran masa depan yang kita harapkan, rumah yang kita idamkan, hubungan keluarga yang kita dambakan, liburan yang akan kita ambil, atau penghasilan yang akan kita nikmati kelak (sumber : www.purdiechandra.com)

Rabu, 25 November 2009

Hari ini....perjalanan ke Pekalongan membawa pengalaman baru...jadi mencicipi yg namanya Soto Grombyang. Pertama denger namanya aneh...setelah dihidangkan...ternyata seperti soto pd umumnya, hampir mirip soto Sokaraja...cm yg ini ga pakai bumbu kacang. Rasanya???hmmmm...lumayan...enak!!

Selasa, 24 November 2009

Mencintai dengan Sempurna

Belajar Mencintai Seseorang Yg Tdk Sempurna Dgn Cara Yg Sempurna

Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai,
Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat,
Itulah kesempatan


Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik,
Itu bukan pilihan , itu kesempatan.
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan ,
Itupun adaah kesempatan .


Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut,
Bahkan dengan segala kekurangannya,
Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.


Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi,
Itu adalah pilihan .
Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain
Yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu
Dan tetap memilih untuk mencintainya,
Itulah pilihan.


Perasaan cinta, simpatik, tertarik,
Datang bagai kesempatan pada kita.
Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan.
Pilihan yang kita lakukan.


Berbicara tentang pasangan jiwa,
Ada suatu kutipan dari film yang Mungkin sangat tepat :
"Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita
bagaimana membuat semuanya berhasil"


Pasangan jiwa bisa benar-benar ada.
Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang
Yang diciptakan hanya untukmu.
Tetapi tetap berpulang padamu


Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin
Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak...
Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita,
Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita,
Adalah pilihan yang harus kita lakukan.


Kita ada di dunia bukan untuk mencari
seseorang yang sempurna untuk dicintai
TETAPI untuk
belajar mencintai orang yang tidak sempurna
dengan cara yang sempurna

”Catatan kecil dari insan yang pernah bimbang & ragu dlm melangkah”

(kadang.....apa yg kita anggap baik belum tentu baik dimata Allah SWT....dan begitu pula sebaliknya....menerima seseorang dalam hidup kita bukanlah sebuah pilihan...tapi itu merupakan skenario Sang Khaliq....apapun adanya....di dunia ini tdk ada yang sempurna....yakinlah Saudara Saudariku....Allah slalu memberi yg terbaik pada hamba-Nya yang sabar & istiqomah)

Berprasangka Baik Pada Allah Swt

Doa Seorang Istri dan Bungkusan yang Ruwet

Malam Jumat di Masjid Tanjung Jaya. Suatu kali, saya pernah berdoa yang tak biasa, Pak, kata Bu Kus membuka sesi pertanyaan dalam sebuah pengajian. Apa itu, Bu Kus? Tanya Pak Abdullah Sukirlan, Sang Ustadz.

Suatu kali saya berdoa: Ya Allah, jadikan saya isteri yang selalu terlihat cantik di mata suami.
Doa yang bagus, dong ; sergah Pak Ustadz, lalu apa yang terjadi?

Ya, memang bagus, Pak Abdul. Tetapi, esok harinya wajah saya mulai ditumbuhi jerawat yang saya tidak tahu darimana datangnya. Banyak. Beberapa hari kemudian malah memenuhi seluruh wajah. Saya jadi kebingungan.

Akhirnya mau tidak mau saya harus menjalani perawatan kecantikan wajah ke sebuah salon kecantikan, suatu hal yang tidak pernah saya lakukan. Saya harus datang ke tempat itu untuk membersihkan jerawat di muka saya. Berkali-kali. Berhari-hari. Hasilnya tentu saja mengejutkan saya. Wajah saya menjadi lebih bersih dari semula. Lebih cantik.

Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?
Ya, sih Pak. Tetapi itu belum seberapa, Pak.

Maksudnya gimana?
Saya juga pernah berdoa yang tak biasa, Pak. Doa yang lain.

Apa itu?
Saya berdoa agar Allah menjadikan saya isteri yang setia pada suami.

Doa yang bagus juga. Lalu apa yang terjadi, Bu?


Esok harinya, suami saya jatuh sakit. Tak bisa bangun. Ia harus dirawat di rumah sakit. Berhari-hari. Saya mau tak mau harus menungguinya selama terbaring itu. Saya bahkan sampai merasa itu semua seperti ujian bagi saya. Ujian terhadap kesetiaan saya, apakah saya tetap setia pada suami apa tidak.Saya seketika teringat akan doa yang pernah saya panjatkan sebelumnya.

Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?
Ya, sih, Pak.

Lalu sekarang, pertanyaannya Ibu apa?
Bukan pertanyaan, Pak.

Lalu apa?

Sekarang ini, saya justru merasa takut untuk berdoa. Gimana ini?

***
Apakah Tuhan memberikan apa yang engkau harap dengan mengantarkannya dalam bungkusan yang indah?

Neno Warisman pernah bertanya demikian pada sebuah acara di televisi, mengutip pernyataan seorang pakar yang aku lupa namanya.

Tidak! Lanjut Neno. Tuhan tidak mengantarkan apa yang engkau minta dalam sebuah bungkusan yang menarik lagi indah. Bahkan Ia mengantarkannya dalam bungkusan yang jelek, ruwet, carut-marut, dan kelihatannya sukar untuk dibuka.


Pertanyaannya adalah: mengapa?

Itu tidak lain karena Ia ingin melihat bagaimana engkau membuka bungkusan itu dengan penuh kesabaran, telaten, bersusah-payah lapis demi lapis, sedikit demi sedikit, terus, terus, dan terus. Tak pernah berhenti apalagi berpaling. Hingga pada akhirnya bungkus terakhir terbuka dan engkau mendapatkan sesuatu yang engkau harapkan ada di dalamnya.

Bukankah Allah pasti akan mengabulkan apa yang hamba-Nya pinta? Kuncinya kalau begitu adalah: jangan pernah berhenti memuja.

Jangan pernah berhenti berharap.


Allah tidak tidur.

Allah Maha Mengetahui.

Allah Maha Mendengar.

Dia Maha Rahman dan Rahim.


Sungguh tak ada yang sepatutnya kita lakukan kecuali selalu berprasangka baik pada setiap pemberian-Nya. Entah nikmat, entah musibah. Karena musibah pun mungkin hanyalah bungkus belaka; yang selayaknya kita yakini bahwa itu semua hanya karena Ia ingin melihat kita membukanya dengan sepenuh cinta.

Intinya ... Berprasangka baiklah terhadap setiap 'keputusan' Allah ...

(tegal….medio november’09….saat merasa keputusan Allah terasa mulai berat dijalankan….hanya keikhlasan yg mampu mengatasinya)

Berbagi Opini

Masih mungkinkah seorang guru yang menjalani usaha sampingan sebagai wirausahawan dapat tetap mempertahankan kinerjanya sebagai pendidik dengan baik? Bagaimanapun juga menjadi guru tidak mudah....berkaitan dengan peningkatan kualitas anak didik....cukup menyita waktu & pikiran. Tetapi juga tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang menginginkan semua kebutuhan hidupnya tercukupi. Ketika pendapatan dirasa masih kurang....menjadi wirausahawan adalah alternatif dalam mencari tambahan penghasilan.

Bagi teman-teman yang memiliki opini, silahkan berbagi dalam forum ini.

Terima kasih